LELUHUR MENANGIS TAK RELA

Leluhur Menangis Tak Rela

Di suatu tempat di bumi ini telah berdiri sebuah kerajaan besar yang kaya akan sumber daya alamnya. Kerajaan itu berada tepat di garis katulistiwa, bernama Kerajaan Nusanjaya. Kerajaan Nusanjaya tersebut memiliki sekitar 17.000 pulau, 1300 suku bangsa, dan 400 macam bahasa. Maka dibutuhkanlah Raja dan para menteri yang luar biasa untuk merawat dan mengayomi itu semua. Raja Kertaharja adalah jawabannya.

Tahun ke tiga Raja Kertaharja memimpin kerajaan, keadilan dan kesejahteraan begitu merata dirasakan masyarakat. Seluruh keluarga Kerajaan memiliki jiwa ksatria dan berhati mulia. Para pejabat kerajaan berkerja sesuai yang diamanahkan. Benar-benar terasa suasana masyarakat yang gemah ripah loh jinawe, baldatun toyyibatun wa robbun ghofur.


Peradaban bangsa Nusanjaya semakin meningkat. Kalender yang biasa disebut Pranoto Mongso dapat digunakan dalam bebagai hal, yaitu untuk menghitung hari yang tepat untuk menikah, menanam, mambangun rumah, dan lain sebagainya. Pranoto Mongso bisa digunakan untuk menghitung pergantian musim, sehingga petani bisa menentukan tanaman apa yang harus mereka tanam. Pun peralatan mereka dalam mengelola sumber daya alam diproduksi dengan prinsip ramah lingkungan. Cara membajak sawah, menanam, mengairi, dan memberi pupuk pada tanaman dikerjakan dengan penuh cinta pada bumi sehingga tanaman merasa diayomi.

Para nelayan juga semakin merajai samudera yang luas. Pohon-pohon  besar mereka gunakan untuk membangun kapal-kapal yang besar pula. Dan setiap mereka menebang pohon-pohon untuk membuat kapal mereka salalu menanam bibit baru lagi di tempat yang sama. Sehingga kelestarian alam tetap terjaga. Para Pelaut Nusanjaya terkenal sebagai pelaut handal. Segala macam keganasan ombak lautan berhasil mereka taklukkan. Samudera Hindia, Pasifik, dan Atlantis telah mereka telusuri semua. Dan semua itu hanya Pelaut sejati yang bisa melakukannya.

Begitu pula kehidupan sosial masyarakat Nusanjaya juga semakin luhur nilainya. Gotong-royong dan saling bertegur sapa telah membudaya dengan amat sangat kental di seluruh Nusanjaya. Kemudian di tahun ke VI dari pemerintahan Raja Kertaharja, ia membentuk pasukan khusus untuk  membangun sembilan Candi yang didirikan di seluruh pulau   Radwa, pulau berdirinya Kerajaan Nusanjaya. Dan masyarakat pun ikut gotong royong mendirikannya. Sembilan Candi itu melambangkan kebesaran kerajaan Nusanjaya dan kemajuan peradabannya.

Atas nasehat dari Mpu Sanjaya Kusuma, penasehat kerajaan, maka Candi-candi itu diberi nama Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Negaran, Candi Lawangabang, Candi Mahameru, Candi Ngetos, Candi Jago, Candi Kebo, dan Candi Pupang. Setelah 11 tahun 3 bulan, akhirnya pembangunan Sembilan candi tersebut selesai.

"Dengan adanya candi-candi ini, aku berharap kelak keturunan kita bisa selalu ingat dengan jati diri kebangsaannya." kata Raja Kertaharja kepada para menterinya.


******


1200 Tahun Kemudian

Pada masa ini dunia telah mengalami perubahan yang sangat berbeda dari 1200 tahun yang lalu. Semua negara mengalami perubahan disetiap aspek kehidupannya. Sistem ekonominya berubah, sistem pemerintahan, nilai kearifan lokal, bahasa kebanggaan, dan apa saja yang berkaitan dengan masa lalu telah berubah semua.

Namun dari berubahnya peradaban dunia, hanya ada satu negara yang paling mengenaskan diantara sekian ratus negara lainnya, yaitu Negara Khatulistiwa. 1200 tahun yang lalu, negara ini merupakan sebuah kerajaan besar yang disegani oleh seluruh kerajaan di dunia. Kerajaan itu ialah kerajaan Nusanjaya.

Ada banyak poin yang dapat menggambarkan bagaimana morat-marit dan mengenaskannya negara Khatulistiwa ini. Dan poin-poin tersebut tidak akan pernah habis saat kita catat, karena akan selalu bertambah. Namun ada Sembilan poin yang paling jelas untuk memperlihatkan kemorat-maritan negara ini.

Pertama, di Negara Khatulistiwa tersebut siapa saja bisa dijadikan Presiden dan menteri. Masyarakat tidak bisa membedakan mana batu permata dengan batu biasa. Tak bisa membedakan mana berlian mana yang hanya sampah daur ulang. Dan itu telah terjadi berkali-kali di Negeri Khatulistiwa ini. Setiap ada pemilihan Presiden pasti salah pilih. Karena diantara semua pilihan itu memang tidak ada yang benar-benar pantas untuk dipilih.

Kedua, demokrasi hanya omong kosong. Mereka menyuarakan hak memilih dan dipilih. Tapi faktanya yang dipilih dutentukan sendiri oleh kaum elit yang tujuannya bukan untuk kesejahteraan masyarakat. Kemudian yang memilih, rakyat, dipaksa memilih apa yang sudah kaum elit tentukan. Dan rakyat tidak bisa menolak semua itu. Bahkan rakyat seakan-akan terhipnotis secara nasional sehingga mereka seolah-olah memilih pilihannya sendiri secara sadar.

Ketiga, Negeri Khatulistiwa sekarang sudah tidak punya harga diri di dunia Internasional. Semakin hari semkin diinjak-injak dan disetubuhi kemolekan bumi pertiwi. Aset-aset Negara dijual secara obral seperti pelacur menawarkan dirinya kepada lelaki hidung belang. Dan hal ini hanya dilakukan dalam rangka mengisi perut suatu golongan tertentu.

Keempat, Dunia internasional sudah ikut campur dalam pengambilan kebijakan pemerintah Khatulistiwa. Memang ini adalah hal yang wajar, akan tetapi jika seorang tamu sudah berani masuk ke kamar pribadi kita, kemudian tamu itu mengambil alih rumah kita, dan akhirnya kita dipaksa jadi jongosnya di rumah kita sendiri, maka itu sudah suatu penghinaan. Dan pemerintah tidak boleh hanya tinggal diam. Namun faktanya, pemerintah malah kong kalikong dengan mereka, seakan-akan pemerintah adalah tamu itu sendiri dan tuan rumahnya adalah rakyat jelata.

Kelima, korupsi sudah sangat massif di setiap tingkat pemerintahan. Mulai dari yang paling rendah, desa, hingga yang paling tinggi, pusat. Hanya dengan mengubah laporan administrasi seakan-akan uang yang meeeka ambil itu sudah halal. Mereka berlindung dari undang-undang yang sebelumnya telah mereka siapkan sendiri untuk melegalkan cara yang mereka lakukan. Para tokoh-tokoh masyarakat mereka dekati dan mereka ciprati sedikit uang dari hasil korupsinya dengan bilang "Ini ada sedikit bantuang, Kiai. Mohon diterima", dengan wajah yang ia polos-poloskan dan penampilan sudah disederhanakan, mereka mengambil hati tokoh masyarakat agar citranya tetap baik.

Keenam, sistem pemerintahan tidak membedakan mana Kepala Negara dan mana Kepala Pemerintahan. Tidak dibedakan antara Pegawai Negara dengan Pegawai Pemerintah. Semua serba rancu dan ruwet. Dalam satu sisi Presiden sebagai Kepala Negara, namun dari sisi lain ternyata Presiden adalah Kepala Pemerintahan. Begitu pula dengan Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintahan, aset negara dan aset pemerintahan. KPK itu Lembaga Negara ataukah Lembaga Pemerintahan? Jika KPK itu Lembaga Negera namun faktanya bagaimana? Yang seharusnya diawasi malah tidak diawasi, yang seharusnya tidak diawasi malah dijadikan tersangka.

Ketujuh, peradaban dan kebudayaan lokal semakin diacuhkan dan tidak dilestartikan. Kebijakan-kebijakan pemerintah semakin mempersulit lestarinya kebudayaan lokal. Segala sesuatu dari luar dibiarkan masuk dengan sangat derasnya sampai bendungan jebol hingga memporak-porandakan tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat.

Kedelapan, fungsi Negara dan Pemerintahan tidak terlaksana sama sekali. Mereka tidak memberikan hak-hak rakyatnya tetapi malah menyusahkan seluruh rakyatnya. Mereka mengkoar-koarkan kewajiban rakyat, namun kewajiban mereka sendiri tidak mereka pertanyakan. Rakyat disuruh bayar pajak dan harus tepat waktu namun setelah rakyat membayar, pajak mereka korupsi. Negara tak ubahnya sebuah 'Anak Perusahaan' yang dimiliki oleh beberapa kelompok tertentu yang digunakan untuk memperkaya kelompok mereka masing-masing. Katanya bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa, namun faktanya Pendidikan hanya digunkan sebagai lembaga pembohongan dan pembodohan nasional dalam hal kewarganegaraan, politik, hukum, sosial, dan budaya. Sehingga Negara Khatulistiwa sudah batal sebagai Negara, Negara Khatulistiwa sudah bukan Negara. Begitu pula pemerintahnya.

Yang terakhir, di setiap kata yang diucapkan oleh suapapun di Negeri Khatulistiwa ini tidak berarti sebagai mana arti dari kosakata itu sendiri. Jika mereka mengucapkan kepentingan negara, namun faktanya adalah kepentingan sekelompok orang saja. Jika mereka menyuarakan demokrasi namun faktanya adalah penipuan massal. Jika mereka mengatakan Tuhan namun Uang ternyata yang mereka maksudkan. Semua kata sudah bias maknanya dan tak ada yang bersih sedikit pun.

Itulah kesembilan gambaran tentang kebrobokan Negeri Khatulistiwa yang tentunya tidak hanya sembilan itu saja, masih banyak lagi.


******


Saat ini—di tengah malam yang terang benderang oleh cahaya rembulan dan lautan bintang-bintang—Raja Kertaharja, Mpu Sanjaya Kusuma, Prabhu Aji Saka, Raden Wijaya, dan seluruh Wali Negeri Khatulistiwa, meliputi para ksatria dan brahmana leluhur bangsa berkumpul di pelataran Candi Prambanan dalam acara Mangku Kahanan Saking Prahara Naga Cakra Bebendu lan Pepeteng.
Pada acara itu seluruh yang hadir merasa merasakan hati yang bergejolak tercampur-aduk antara bersalah, kecewa, dan marah. Mereka seakan-akan tak rela cucu-cucunya hidup seperti ini. Mereka tak sanggung melihat harga diri bangsanya diinjak-injak oleh bangsa lain. Kemudian mereka menghimpun kekuatan dan menitiskan ilmunya kepada orang-orang pilihan yang kelak akan membangun lagi peradaban bangsa Khatulistiwa ini. Semburat cahaya yang dinanti-nanti akan segera menmpakkan wajahnya sedikit demi sedikit. Dan hal itu akan beiringan dengan titik puncak kehancuran peradaban abad 21 ini di altar sejarah kehidupan manusia.

Popular posts from this blog

Anime Sub Indonesia Semakin Berkembang Pesat Tiap Tahun

PAC IPNU - IPPNU Ngronggot selalu menjadi PAC terbaik di Kab. Nganjuk

Menjadi Alumni MA Al Khidmah Ngronggot Yang Bisa Dibanggakan